off-press.org – Baru-baru ini, senator Amerika Serikat memberikan peringatan kepada China. Peringatan itulah supaya China tidak memakai kekuatan apapun dan melakukan tindakan tegas kepada pendemo yang menolak lockdown semakin diperketat akibat COVID-19. China tak represif, dimana peringatan ini diketahui tertuang pada surat yang dikirim kepada Duta Besar China di Washington, Qin Gang, pada hari Kamis, 01 Desember 2022 kemarin. Para senat turut menyinggung adanya keras PKC ketika demo berlangsung di sebuah Lapangan Tiananmen pada tahun 1989.
“Kita memperingatkan PKC buat tidak sama sekali melakukan penindakan keras mengenai pengunjuk rasa damai di China yang cuma mau menginginkan kebebasan,” tandas pernyataan surat tersebut yang dilansir dari AFP. “Apabila terjadi, kita yakin kalau ada konsekuensi serius untuk AS-China memicu kerusakan yang luar biasa,” sambungnya dilansir dari AFP dalam surat yang menyuarakannya. Surat itu sendiri diketahui dipimpin oleh Senator dari Partai Republik, Sullivan, Senator Partai Demokrat Jeff Merkley.
Seperti yang kita ketahui bahwa belum lama ini, China memang menjadi sorotan setelah melakukan aksi demo yang menolak lockdown secara ketat terjadi di beberapa kota ada di China. Di mana, tuntutan aksi kemudian meluap sampai mendesak Presiden Xi Jinping turut mundur dari jabatannya tersebut. Peringatan soal tindakan China mengenai pengunjuk rasa juga muncul dari Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Akan tetapi, Joe Biden cuma menyampaikan dengan sangat berhati-hati. Biden menekankan hak dalam menyatakan keluhan secara damai.
China tak represif, ternyata tidak cuma Biden saja yang buka suara dan menyampaikan represi terhadap setiap demonstrasi menjadi tindakan tanda kelemahan. Pasalnya, juru bicara dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat ed Price juga ikut memberikan komentar dan menyampaikan bahwa penduduk China perlu mempunyai hak universal sama dengan dimiliki oleh orang semua dunia. “Orang-orang di China mempunyai hak, pastinya, buat memprotes secara damai tidak ada rasa takut,” ungkap Price pada hari Jumat, 01 Desember 2022 kemarin.
Terbarunya, dimana penduduk Guangzhou, China Selatan turut menggelar demo pada hari Selasa, 29 November 2022 silam sampai hari Rabu, 30 November 2022 silam. Demo itu berujung bentrok terhadap polisi dengan peserta demo aksi. Bahkan, penduduk Shanghai diketahui menggelar aksi di Jalan Urumqi mengenai protes adanya kematian 10 orang imbas dari adanya kebakaran di ibu Kota Provinsi, Xinjiang, kebakaran itu terjadi pada hari Kamis pekan lalu, dan aksi berujung dengan ricuh.
Dimana, awal aksi digelar disebabkan penduduk menilai bahwa banyak korban meninggal dikarenakan petugas telat datang di sebuah lokasi tersebut. Keterlambatan itu diduga sebab terhambat oleh lockdown yang begitu ketat. Setelah satu hari kejadian tersebut, dimana ratusan penduduk langsung menggelar aksi protes di depan kantor pemerintahan Urumqi. Setelah serangkaian demo itu, polisi China langsung memperketat keamanan, termasuk dengan cara memeriksa ponsel warga sedang lewat di lokasi unjuk rasa, tepatnya di Shanghai dan Beijing.
Sementara itu pihak kepolisian turut berjaga walaupun memang tidak ada tanda-tanda demo atau melakukan aksi protes. Dimana, para petugas memang sempat memeriksa ponsel siapa pun yang lewat di sekitar lokasi dengan tujuan memastikan ada atau tidak jaringan pribadi virtual (VPN) dan platform Telegram sempat dipakai oleh para pedemo ketika melakukan demo. Selain itu, polisi juga disebut-sebut menyeret dan bahkan menggantung para pendemo. Seperti salah satu demonstran yang diketahui menjadi korban gantung, Chen.
Dia menyampaikan bahwa polisi merangsek masuk ke dalam kerumunan demonstran. Bahkan mereka turut menyeret siapa saja tidak pandang bulu buat digantung terbalik sebelum diangkut secara paksa ke bus. Diketahui, penguncian di daerah Shanghai saat itu membuat penduduk China tidak dapat banyak bergerak, jadi mau tidak mau pemerintah perlu memenuhi kebutuhan logistik penduduk. Ditengah pembatasan itulah, WNI mendapatkan bantuan logistik berupa minum dan makanan tradisional China.
Kendati demikian, dimana China tak represif ke pendemo yang sudah menolak lockdown, membuat Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dan begitu juga dengan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat ed Price sama-sama ikut bicara atas hal tersebut.