off-press.org – Kasus ibu bunuh anak terjadi di Dukuh Sokawera, Kecamatan Tonjong, Brebes, Jawa Tengah. Adapun pengakuan terjadinya tindakan kriminal tersebut, adalah pada Minggu, 20 Maret 2022 pagi hari. Sementara itu, faktor atas tindakan pelaku diduga karena depresi. Pelaku yang berinisial KU berusia 35 tahun, mengaku bahwa kondisi rumah tangganya selalu mengalami himpitan ekonomi dan kemiskinan bertahun-tahun. Perbuatan KU terkuak oleh tetangga yang berdekatan dengan tempat tinggalnya setelah mendengar teriakan histeris anaknya dari dalam rumah.
Saat disusul dan ditanyakan kondisinya oleh tetangga tersebut, tidak ada jawaban dari pelaku. Bahkan, suara tangisan histeris anak pun sudah menghilang begitu saja. Pintu pun di dobrak, dan tetangga mendapati kedua anak pelaku, ARK yang masih berusia 7 tahun, tergeletak di lantai dan kondisi nyawa yang tidak tertolong. Sementara itu, menurut pengakuan tetangga itu, dikatakan bahwa terdapat darah tergenang di sekitar korban. Tidak berhenti disitu saja, terdapat kedua anak pelaku lainnya, yaitu S (10) dan E (4,5) yang dikabarkan mengalami luka parah pada bagian leher dan dada.
Untuk saat ini, kedua korban anak pelaku yang masih berusia belia itu sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Margono Purwokerto. Dibalik itu, kasus orang tua membunuh anak nya bukan lah sebuah kasus kriminal pertama kali di Indonesia. Pasalnya, dari tahun ke tahun, selalu ada saja kasus serupa yang menyebabkan ibu “turun tangan” untuk bunuh diri akibat penyesalan telah melakukan tindak pembunuhan tersebut.
Terkait kasus demikian, sudah bukan lagi hal yang asing bahwa para penegak hukum selalu mengaitkan faktor gangguan jiwa akibat himpitan ekonomi atau kondisi rumah tangga yang cenderung berantakan oleh pelaku. Menanggapi hal ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, atau Komnas Perempuan, turut membahas mengenai peristiwa kriminal yang seolah menjadi “tradisi” di Indonesia. Lantas, bagaimana ungkapan Komnas Perempuan mengenai kasus pembunuhan anak oleh pelaku orang tua yang booming di Indonesia? Dibawah ini, adalah ulasan lengkapnya.
Kasus Ibu Bunuh Anak Difaktorkan Kejiwaan Pelaku
Andy Yentriyani, selaku Ketua Komnas Perempuan, mengatakan bahwa dari pemberitaan yang selalu menghebohkan Indonesia atas kasus pembunuhan anak oleh orang tua, selalu menyertakan faktor gangguan kejiwaan pada para pelaku. Meskipun untuk lebih jelasnya mengenai kondisi kesehatan jiwa para pelaku, Andy masih membutuhkan assessment dari para ahli untuk memberikan tanggapan rinci.
“Biasanya, pelaku itu mengungkapkan tentang faktornya membunuh korban. Entah itu karena pengalaman hidup di masa kecil yang sangat berantakan, atau bisa jadi pelaku lah yang dijadikan korban atas tindakan kekerasan oleh orang tuanya. Sehingga, perasaan untuk membalas dendam ke anak-anaknya pun semakin kuat,” ujar Andy, yang kami lansir dari sumber Kompas.com, pada Selasa, 22 Maret 2022 kemarin.
Tidak berhenti disitu saja, lebih lanjut lagi, menurutnya, faktor keretakan hubungan rumah tangga suami maupun istri, hingga mengaitkan dengan kondisi keluarga masing-masing, menyebabkannya seringkali harus bertanggung jawab atas seluruh beban yang diberikan. Hanya mengandalkan seorang diri, sehingga kondisi kejiwaan depresi pun akan terjadi. Kemudian, faktor lainnya yang paling sering terjadi, adalah pelaku yang terlalu takut meninggalkan anak-anaknya karena bisa berdampak buruk pada masa pertumbuhan kelak, sehingga dengan sengaja membunuh dengan tujuan “meringankan”.
“Sehingga, pelaku memiliki perasaan kuat untuk segera mengakhiri anak-anaknya untuk tidak merasakan masa kelam di masa pertumbuhannya,” lanjut Andy. Sementara itu, di kesempatan yang berbeda, berdasarkan studi oleh Komnas Perempuan, menunjukkan gejala himpitan ekonomi dan pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19 untuk banyak orang, termasuk para orang tua. Kedua faktor tersebut pun menyebabkan banyak sekali orang yang merasa tertekan dan stress.
Tidak berhenti disitu saja, relasi keluarga akibat kondisi ekonomi menurun signifikan juga bisa menyebabkan relasi hubungan rumah tangga menjadi lebih tegang dan sensitif. Dengan begitu, tingkat kekerasan rumah tangga semakin meningkat. Oleh karena itu, Andy menuturkan bahwa kasus yang sedang booming ini bisa pula dikaitkan dengan hadirnya pandemi Covid-19 di Indonesia selama lebih dari 2 tahun lamanya.
“Untuk perempuan, biasanya tekanan yang diakibatkan oleh himpitan ekonomi ini juga bisa disebabkan dari segala macam aktivitas di rumah, yang mana ia merasa bahwa beban pengerjaan domestik, belum lagi ditambah dengan biaya pengasuh anak di jam sekolah, jauh lebih tinggi, padahal jumlahnya yang normal dan masih sama,” katanya. Andy melanjutkan, bahwa hal tersebut bisa saja menyebabkan tindakan ekstrem untuk orang tua yang sudah terlalu tertekan menghadapi kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Tambahan dari Andy, akan lebih baik apabila kasus ibu bunuh anak di Brebes ini diselidiki dan diurai terlebih dahulu terhadap latar belakangnya. Menurutnya, sensitivitas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sangat efektif untuk menentukan serta mengungkapkan latar belakang sebenarnya terhadap kasus pembunuhan tersebut.